Hero image Memberi Dampak Positif Kepada Anak Melalui Buku: Dua Guru Berbagi Visi Mereka Dengan Menulis Buku Cerita Anak

Berita Terkini | Berita

Memberi Dampak Positif Kepada Anak Melalui Buku: Dua Guru Berbagi Visi Mereka Dengan Menulis Buku Cerita Anak
26 Oktober 2023

“Kita membaca untuk mengetahui bahwa kita tidak sendirian,” kata C.S Lewis, seorang cendekiawan Oxford dan Cambridge, penulis, penyair, dan filsuf Kristen yang lebih dikenal dengan serial fantasinya The Chronicles Of Narnia. Meskipun ia adalah seorang penulis yang produktif, menulis lebih dari 20 buku pada masanya, Lewis juga seorang yang sangat gemar membaca. Meskipun ia seorang profesor, ia tak pernah berhenti belajar. Ia mengerti akan nilai dan pentingnya membaca buku-buku yang berkualitas. 

Sayangnya, kebiasaan membaca terus menurun dari generasi ke generasi. National Literacy Trust, sebuah badan amal di Inggris yang mensurvei kebiasaan membaca anak-anak, mengamati pada tahun 2019 bahwa hanya 26 persen anak di bawah 18 tahun menghabiskan waktu setiap hari untuk membaca untuk kesenangan. Demikian pula, National Assessment of Educational Progress (NAEP) di AS menemukan bahwa persentase anak usia 9 dan 13 tahun yang menyatakan bahwa mereka membaca setiap hari untuk kesenangan telah menurun sebanyak dua digit sejak tahun 1984. 

Di Indonesia, statistiknya bahkan lebih memprihatinkan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di AS, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca, baik untuk tujuan pembelajaran maupun kesenangan. Namun banyak pengamat berpendapat bahwa hal ini lebih disebabkan oleh kurangnya akses terhadap buku dimana menurut UNESCO hanya ada satu judul buku untuk setiap 15.000 orang. 

Khawatir dengan tren ini, dua orang guru di bawah Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH) mengemban misi untuk membangkitkan kecintaan membaca pada anak-anak dengan menulis buku bergambar yang diterbitkan melalui aplikasi membaca BukuAku, yang menyediakan e-book terseleksi untuk anak-anak antara usia 3-12 tahun. 

Rudi Wijaya, guru Kelas 11 dari Sekolah Dian Harapan (SDH) Cikarang, menulis “Julie and Jelly” untuk mengajarkan pentingnya nilai-nilai kekeluargaan dan jalinan hubungan antara orangtua dan anak melalui cerita tentang seorang ibu dan putrinya yang membuat jeli bersama-sama. 

“Mayoritas anak-anak zaman sekarang terpaku pada gadget, ponsel pintar, dan tablet… yang mungkin lebih menghibur daripada memegang buku fisik,” kata ayah dua anak ini. “Untuk bersaing merebut perhatian mereka, kami mencoba memanfaatkan teknologi untuk tujuan pendidikan. BukuAku, sebuah aplikasi membaca yang ramah anak dan interaktif, dapat menjadi salah satu cara untuk membalikkan tren menurunnya kebiasaan membaca di kalangan anak-anak.” 

Menurut Rudi, beberapa fitur BukuAku, seperti ilustrasi yang bergerak, dibacakan lewat audio (read-to-me), dan gamifikasi (mengumpulkan poin atau lencana) dapat membantu anak memusatkan perhatian mereka pada cerita saat mereka membaca dan memberi penghargaan atas kemajuan yang mereka capai. Selain itu, orang tua dapat mengambil bagian untuk mendorong keberhasilan membaca anak-anak mereka dengan menetapkan tujuan yang dapat dicapai dan memantau kebiasaan membaca mereka, sementara guru dapat menggunakan aplikasi ini untuk memberikan tugas membaca. 

“Keterlibatan orang tua sebagai perpanjangan tangan sekolah di rumah juga berperan penting dalam menumbuhkan minat membaca anak. Salah satu caranya adalah dengan membacakan buku bersama anak atau membacakannya sebagai cerita pengantar tidur. Hal ini juga akan memupuk hubungan emosional yang lebih kuat antara orang tua dan anak,” saran Rudi. Menurutnya, “buku yang paling disukai anak-anak adalah buku yang dibacakan oleh orang tuanya.” 

Sementara itu, Ella Foronda, guru kelas 2 Sekolah Pelita Harapan (SPH) Lippo Village, berpendapat bahwa kualitas konten juga penting dalam meningkatkan keterampilan literasi di Indonesia. Penulis Felix the Ferret and the Beautiful Flowers ini memperingatkan bahwa banyak buku anak-anak yang berisi pesan tersembunyi yang mempromosikan kepercayaan atau gaya hidup yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keluarga yang berakar pada Alkitab. 

“Sebagai orang tua atau guru, kita harus sangat selektif dalam memilih buku untuk dibaca anak kita,” kata Ella yang meraih gelar Magister Analisis Perilaku Terapan dari Cairn University. “Kita tidak boleh memilih buku sembarangan hanya karena sampulnya terlihat bagus, namun ketika kita membacanya kita menemukan kalimat-kalimat yang berisi pesan-pesan sugestif seperti ‘kedua ayahku atau kedua ibuku’ atau ‘Aku merasa aku bukanlah seekor badak.’ Pesan-pesan ini tentu saja tidak pantas untuk anak-anak.” 

Melalui buku, Ella tidak hanya ingin menumbuhkan kegembiraan membaca pada anak-anak namun juga menanamkan nilai-nilai kebajikan seperti kesabaran, ketekunan, konsistensi, disiplin dan kecintaan terhadap alam sambil mengajari mereka kosa kata, tata bahasa, pengucapan, dan ilmu pengetahuan dasar. 

Menurutnya, kecintaan membaca perlu ditanamkan pada anak sejak dini. “Setelah kecintaan terhadap buku tertanam dan terbentuk, tidak masalah apakah itu buku digital atau fisik, mereka akan aktif mencari buku yang sesuai dengan minat mereka dan akhirnya menjadi pribadi yang gemar membaca,” pungkasnya. 

Berita Terkait
Bagaimana Pekerjaan Kami Menyentuh Hidup Banyak Orang
SELENGKAPNYA
Bergabung Bersama Kami!

Jadilah bagian dari transformasi pendidikan di Indonesia

DUKUNG KAMI DUKUNG MEREKA