Itu bukan lagu yang diajarkan para gurunya. Emma yang duduk di kelas lima ini, menulis sendiri lagu tersebut berdasarkan kisah hidupnya.
Sekitar 10 tahun yang lalu, gadis ceria ini – yang senang sekali belajar dan bermain dengan teman-teman sekelasnya – hampir kehilangan nyawanya. Saat ia berusia beberapa hari saja, Emma ditemukan dibuang di dalam sebuah kantong jaring dengan sulur tanaman menjerat lehernya, ia menjadi korban kepercayaan setempat yang masih kuat pengaruhnya.
Di desanya yang terletak di pedalaman wilayah Indonesia yang paling timur, suku Moi percaya kedekatan orang tua penting untuk pertumbuhan janin. Karena itu, ayah Emma Grace kaget saat pulang ke desanya setelah pergi selama empat bulan, mendapati istrinya masih hamil. Mereka berpikir, sang janin seharusnya tidak bisa bertahan dan tidak boleh dipertahankan.
Untungnya, para penghuni desa lainnya sempat memberi tahu misionaris yang melayani di daerah itu. Berkat hal itu, Emma sempat diselamatkan dan dikumpulkan kembali bersama orang tuanya, yang kemudian paham betapa salahnya kepercayaan mereka. Di rumah, Emma kini rajin membantu orang tuanya saat waktu panen. Dan di sekolah, menurut guru-gurunya, ia senang sekali belajar matematika dan seni, menurut guru-gurunya.
Sekarang, sebagai salah satu dari 65 murid yang pandai di SLH Daboto, Emma Grace mengenyam pendidikan yang dibutuhkannya, bukan hanya untuk lepas dari kepercayaan mistis yang hampir merenggut nyawanya, tetapi juga demi masa depan yang lebih cerah.